PENGARUH PANJANG GARIS PANTAI TERHADAP ZONASI WISATA PANTAI KOTA BENGKULU MENGGUNAKAN DATA CITRA LANSAT
PENGARUH
PANJANG GARIS PANTAI TERHADAP ZONASI WISATA PANTAI KOTA BENGKULU MENGGUNAKAN
DATA CITRA LANSAT
PROPOSAL
PENELITIAN
Oleh
:
Irfandi
NPM. E1I015039
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan
kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH PANJANG GARIS
PANTAI TERHADAP ZONASI WISATA PANTAI KOTA BENGKULU MENGGUNAKAN DATA CITRA
LANSAT”. Tak lupa pula penulis m engucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah S.W.T karena telah meridhoi penulis untuk
dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Eko Nofridiansyah S. Pi., M.Sc selaku
dosen pembimbing utama yang selalu membantu, mengarahkan, memotivasi dan
memberi masukan kepada penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Ari Anggoro S.Pi., M.Si selaku dosen pembimbing pendamping yang sudah
banyak memberikan arahan dan bimbingan yang sangat membantu penulis dalam menyusun
Proposal Penelitian ini.
4. Seluruh dosen dan staf karyawan Program Studi
Ilmu Kelautan UNIB
5. Kedua orang tua yang telah memberikan bantuan
ataupun dukungan baik dari segi materi dan non-materi kepada penulis.
6. Sahabat-sahabatku Galank, Vidya, Nining, Raja, Widia,
dan Ria yang sudah banyak membantu dalam melakukan penelitian selama ini dan
selalu mendoakan dan menyemangati penulis.
7. Serta teman sejawat yang telah memberikan
motivasi dan hiburan pada saat menyusun Proposal.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu untuk memperbaiki skripsi ini
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Disamping itu sangat
menyarankan agar mahasiswa/i membaca pustaka-pustaka lain guna melengkapi
kekurangan yang ada. Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini dapat
bermanfaat untuk penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Bengkulu, Oktober 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Provinsi bengkulu
merupakan salah satu profinsi yang berada di wilayah pesisir, wilayah bengkulu
dengan pantai yang panjang menunjang keberadaan pariwisata di bengkulu.
Pariwisata di bengkulu sampai saat ini ada beberapa wilayah yaitu :
a.
Pantai Panjang
Lokasi pantai Panjang sekitar 3 km dari
kota Bengkulu. Sekitar 7 km panjang pantai dengan 50 meter lebar dari jalan
raya. Banyak transportasi umum yang menuju ataupun pergi dari Pantai Panjang.
Pohon cemara yang rindang menghiasi sepanjang pantai. Hotel dan restoran juga
banyak terdapat di sana. Pantai ini juga memiliki fasilitas area parkir, kolam
renang, cottage dan lainnya yang mendukung wisata di sana.
b.
Pantai Pasir Putih
Pantai ini terletak di arah selatan
bagian Pantai Panjang. Ada patung Gajah Putih yang menandai daerah ini. banyak
hotel dan penginapan yang tersedia. Jarak sekitar 19 km dari pusat kota
Bengkulu. Kondisi jalan menuju kesana sangat baik. Bisa melewati jalan Jenggalu
Lingkar Barat. Tempat ini dapat dicapai dengan kendaraan roda empat jenis
apapun. Kondisi pantai sangat bersih dengan pasir pantainya yang putih dan
pohon cemara yang tumbuh di sekitarnya.
c.
Pantai Laguna Samudra
Pantai yang berlokasi di ujung selatan
provinsi Bengkulu menjelang perbatasan dengan Lampung. Lokasi ini bisa ditempuh
melalui Jalan Lintas Barat Sumatera yang menghubungkan Lampung dan Bengkulu
hingga Sumatera Barat. Tepatnya terletak di desa Merpas, Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur. Pantai yang memiliki laguna sangat luas ini berkonsep hutan pantai.
Pengunjung bisa berenang dengan aman hingga berperahu di dalam laguna ini.
d.
Pulau Tikus
Pulau ini terdiri dari satu pulau induk
dan beberapa pulau-pulau kecil lainnya yang mengitari dan dengan karang-karang
yang indah. Pulau tikus sangat cocok untuk wisata laut. Pulau ini dapat dicapai
sekitar 1 jam dari kota Bengkulu dengan menggunakan kapal boat.
e.
Tapak Padri dan Pantai Jakat
Terletak sangat dekat dengan Benteng
Marlborough dengan pemandangan laut yang indah. Tapak Padri dataran yang cukup
tinggi sehingga kita dapat melihat matahari terbenam.
Zonasi wilayah pesisir
dan laut untuk pengusahaan pasir laut ditetapkan dengan mempertimbangkan
keseimbangan antara aspek lingkungan, sosio-ekonomi, politik, pertahanan
dan keamanan.
Zonasi wilayah pesisir
dan laut untuk pengusahaan pasir laut dibagi menjadi :
1. Zona
Perlindungan;
Kegiatan pengusahaan
pasir laut hanya dapat dilaksanakan apabila Kuasa Pertambangan Pasir Laut
berada di luar Zona Perlindungan.
Zona Perlindungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, merupakan zona yang dilarang untuk
kegiatan penambangan pasir laut, meliputi:
a. Kawasan Pelestarian
Alam, terdiri dari Taman Nasional dan Taman Wisata Alam;
b. Kawasan Suaka Alam,
terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa;
c. Kawasan
perlindungan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, terdiri dari Taman Laut
Daerah, Kawasan Perlindungan bagi Mamalia Laut (Marine Mammals Sanctuaries),
Suaka Perikanan, Daerah migrasi biota laut dan Daerah Perlindungan Laut,
terumbu karang, serta kawasan pemijahan ikan dan biota laut lainnya;
d. perairan dengan
jarak kurang dari atau sama dengan 2 (dua) mil laut yang diukur dari garis
pantai ke arah perairan kepulauan atau laut lepas pada saat surut terendah;
e. perairan dengan
kedalaman kurang dari atau sama dengan 10 meter dan berbatasan langsung dengan
garis pantai, yang diukur dari permukaan air laut pada saat surut terendah;
f. instalasi kabel dan
pipa bawah laut serta zona keselamatan selebar 500 meter pada sisi kiri dan
kanan dari instalasi kabel dan pipa bawah laut;
g. Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI);
h. zona keselamatan
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP).
2. Zona
Pemanfaatan untuk Pengusahaan Pasir Laut.
Zona pemanfaatan untuk
pengusahaan pasir laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri
dari :
a. Zona Pemanfaatan
Bersyarat; meliputi :
· Skema pemisah lalu-lintas di laut
· Kawasan pemindahan
dan atau bongkar muat lepas pantai (Ship to Ship Transfer) dan daerah lego
jangkar (anchorage area);
· Alur lalu-lintas pelayaran;
· Kawasan wisata bahari;
· Kawasan tangkapan ikan tradisional;
· Perairan tempat pembuangan bahan-bahan
peledak;
· Zona latihan TNI-AL;
· Zona pengambilan benda berharga asal muatan
kapal tenggelam;
· Zona pengeboran
lepas pantai (zona off shore drilling) termasuk prasarana penunjang keselamatan
pelayaran.
Program Landsat adalah sebuah program paling lama untuk mendapatkan citra Bumi dari luar angkasa.
Satelit Landsat pertama diluncurkan pada tahun 1972; yang paling akhirLandsat 7,
diluncurkan tanggal 15 April 1999. Instrumen
satelit-satelit Landsat telah menghasilkan jutaan citra. Citra-citra tersebut
diarsipkan di Amerika Serikat dan stasiun-stasiun penerima Landsat di seluruh
dunia; di mana merupakan sumber daya yang unik untuk riset perubahan global dan
aplikasinya pada pertanian, geologi, kehutanan,perencanaan daerah, pendidikan,
dan keamanan nasional. Landsat 7 memiliki resolusi 15-30 meter.
ER
Mapper merupakan salah satu software (perangkat lunak) yang digunakan
untuk mengolah data citra. Beberapa perangkat lunak serupa yang juga memiliki
fungsi yang sama antara lain ERDAS Imagine, PCL, dan lain-lain. Masing-masing
software memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. ER Mapper sendiri
dikeluarkan oleh Earth Resource Mapping, yang merupakan salah satu vendor
piranti pemrosesan citra yang berpusat di Australia dengan berbagai cabang
utama dan cabang pembantudi beberapa negara. Meyngingat software ini mudah
dipelajari dan proses penyimpanan data yang lebih cepat dan sederhana
dibandingkan softwae lain, ER Mapper lebih banyak dipilih dan diminati pengolah
citra satelit. Secara umum ada dua tipe tombol operasi pada ER Mapper, yaitu
tombol menu pulldown dan toolbar. Sebagian besar perintah
operasional telah terfasilitasi dalam menu pulldown, namun dalam
kasus-kasus tertentu, menu toolbarsangat efisien dan reflatif lebih mudah
dihgunakan.
1.
Adakah pengaruh panjang garis pantai
dalam zonasi wisata pantai?
2.
Dapatkah citra Landsat dan Aplikasi Er
Mapper mengelompokan zonasi pantai Kota Bengkulu?
1.
Mempermudah pembangunan wilayah pantai
Kota Bengkulu
2.
Menjadikan acuan pembangunan wisata Kota
Bengkulu
3. Mengetahui
pengaruh panjang pantai terhadap zonasi wisata pantai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa pantai
yang ada di wilayah Indonesia telah banyak mengalami perubahan garis pantai
akibat terjadinya abrasi dan akresi seperti perubahan garis pantai di Kabupaten
Bengkulu akibat terjadinya abrasi, perubahan garis pantai di pesisir Kabupaten
Demak akibat terjadinya abrasi dan akresi,
Perubahan garis pantai di Teluk Awur Kabupaten Jepara akibat terjadinya
abrasi dan perubahan garis pantai di wilayah pesisir perairan Cisadane,
Provinsi Banten akibat terjadinya abrasi dan akresi (Tarigan, 2007) .
Lingkungan
pantai merupakan suatu wilayah yang selalu mengalami perubahan. Perubahan
lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat hingga cepat, tergantung dari
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Perubahan garis pantai ditunjukkan oleh
perubahan kedudukannya, tidak hanya ditentukan oleh suatu faktor tunggal tapi
oleh sejumlah faktor beserta interaksinya yang merupakan hasil gabungan dari
proses alam dan manusia. Faktor alami berasal dari pengaruh proses-proses hidro-oseanografi
yang terjadi di laut seperti hempasan gelombang, perubahan pola arus, variasi
pasang surut, serta perubahan iklim. Penyebab terjadinya kerusakan pantai
akibat kegiatan manusia (antropogenik) di antaranya konversi dan alih fungsi
lahan pelindung pantai untuk sarana pembangunan di kawasan pesisir yang tidak
sesuai dengan kaidah yang berlaku sehingga keseimbangan transpor sedimen
disepanjang pantai dapat terganggu, penambangan pasir yang memicu perubahan
pola arus dan gelombang (Shuhendry, 2004)
Perubahan garis
pantai yang terjadi di Kecamatan Soropia ini, sama seperti hasil penelitian
yang dilakukan oleh (Yulius, M.Ramadhan, 2013) tentang perubahan
garis pantai di Teluk Bungus Kota Padang, yang terjadi akresi dan abrasi di
sisi yang lain. Lebih lanjut hasil penelitian (Taufiqurohman, M.F.A. Ismail, 2012) tentang analisis
spasial perubahan garis pantai di pesisir Kabupaten Subang Jawa Barat, yang
terjadi abrasi dan akresi di sisi yang lain. Hasil penelitian (Wati, 2013) tentang deteksi laju
perubahan garis pantai di Teluk Doreri Monokwari, yang terjadi akresi dan
abrasi di sisi yang lain.
Garis pantai
terletak di kawasan pantai yang merupakan kawasan yang mempunyai beberapa
ekosistem tersendiri dimana setiap kehidupan pantai saling berkaitan antara
satu sama lain, antara satu ekosistem dengan ekosistem lainnya saling mempunyai
keterkaitan serta berbagai fungsi yang kadang–kadang saling menguntungkan
maupun merugi-kan. Oleh karena itu, kawasan pantai merupakan satu kawasan yang
sangat dinamik begitu pula dengan garis pantainya. Perubahan terhadap garis
pantai adalah satu proses tanpa henti (terus menerus) melalui pelbagai proses
baik pengikisan (abrasi) maupun pe-nambahan (akresi) pantai yang
diakibat-kan oleh pergerakan sedimen, arus susur pantai (longshore current),
tindakan ombak dan penggunaan tanah (Vreugdenhil, 1999)
Sebagian
besar kota di dunia, juga Indonesia, berada di daerah pantai. Akibatnya,
tekanan terhadap lingkungan pantai semakin meningkat, dan menimbulkan berbagai
persoalan. Pasca Suramadu, wilayah pesisir dan pantai, khususnya di Kabupaten
Bangkalan, akan mengalami hal tersebut. Tekanan terhadap lingkungan pantai akan
memberikan dampak, salah satunya, adalah degradasi lingkungan. Perubahan garis
pantai merupakan salah satu indikator adanya tekanan terhadap lingkungan,
meskipun tidak selalu berarti sebagai degradasi lingkungan. Perubahan ini
berpengaruh terhadap ekosistem yang ada di daerah pesisir dan pantai. Untuk
itu, diperlukan penelitian tentang perubahan garis pantai yang terjadi sehingga
dapat diketahui stabilitas pantai, khususnya pasca Jembatan Suramadu.
Pendekatan numerik digunakan untuk analisa perubahan dan stabilitas pantai (suntoyo, 1995) . Yang membedakan
penelitian ini dengan penelitian Suntoyo (1995) terletak pada validasi model
yang digunakan. Pemodelan ini disesuaikan dengan kondisi di lapangan, dan
selanjutnya hasil model divalidasi menggunakan citra Landsat. Pentingnya
penelitian ini dilakukan sebagai langkah antisipasi meminimalkan tekanan dan
untuk perencanaan pengembangan kawasan di perairan Kabupaten Bangkalan sebagai
daerah penyangga utama di Pulau Madura dengan keberadaan Suramadu.
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
|
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi :
1. Perangkat lunak (software)
a.
Integrated Land and Water Information System (ILWIS) versi 3.4 Open
yang digunakan untuk pengolahan data citra.
b.
ArcView versi 3.3. yang digunakan untuk pembuatan layout digitasi
peta untuk menghasilkan peta perubahan garis pantai.
c. Mircosoft
Word 2010
yang digunakan untuk penulisan laporan.
2. Perangkat keras (hardware),
a.
Laptop dan seperangkat komputer yang dapat mempermudah dalam proses
penelitian.
b. Printer yang digunakan untuk mencetak hasil
penelitian.
e.
Kamera digital yang digunakan untuk menggambarkan Kondisi Pantai
Kota Bengkulu saat ini.
f.
Parasut
arus yang digunakan untuk mengukur kecepatan arus susur pantai.
g.
Papan skala ukuran 2 meter yang digunakan untuk mengukur tinggi
gelombang pecah.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
1.
Data Citra Satelit Landsat-8 OLI dalam format digital dengan Path
125 dan Row 63 untuk kawasan Kota Bengkulu untuk tahun 2017, kanal lengkap
(full band) dengan format Geo Tiff dengan rincian perekaman data yaitu :
a. Untuk citra tahun 2017, tanggal perekaman yang
diambil adalah 16 September 2017
3.3 Metode
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ada dua yaitu :
1.
Data primer . Data primer merupakan data yang didapatkan secara
langsung tanpa adanya perantara. Data primer dalam penelitian ini berupa data
yang didapatkan dari kegiatan survey lapangan/ground check berupa dokumentasi kondisi fisik Pantai Kota Bengkulu
untuk melengkapi hasil interpretasi apabila dalam interpretasi terdapat obyek
yang meragukan atau perlu dibuktikan kebenarannya dan data pengukuran tinggi
gelombang pecah dan kecepatan arus susur pantai yang diukur langsung di
lapangan.
2.
Data sekunder. Data sekunder merupakan data yang tidak didapatkan
secara langsung, namun didapatkan dari sumber lain. Data sekunder dalam
penelitian ini yaitu data citra satelit Landsat yang direkam dari tahun 2006
sampai tahun 2015 yang didapatkan dari website resmi NASA.
3.4. Analisis Data
3.4.1. Metode Analisis Data
Metode
yang digunakan dalam melakukan analisis data ada dua, yaitu analisis citra
secara Visual (analog) dan analisis
citra secara Digital. Menurut Sutanto (1986) dalam Handayani (2004) analisis
citra secara visual meliputi 2 kegiatan yaitu penyadapan data citra dan
penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu. Penyadapan data citra berupa
pengenalan obyek dan elemen yang tergambar pada citra serta penyajiannya ke
peta tematik tabel atau grafik.
Analisis
citra secara digital yaitu berupa koreksi radiometrik dan koreksi geometrik
agar citra yang dihasilkan sesuai dengan keadaan sebenarnya di bumi. Pada
penelitian ini tidak dilakukan koreks radiometrik karena citra yang diunduh
telah terkoreksi radiometrik.
3.4.2. Prosedur Kerja
Metode pengolahan citra seri Landsat terdiri
dari beberapa tahapan, yaitu :
1.
Download citra satelit dari situs http://earthexplorer.usgs.gov/
dimana citra yang dipilih dalam
kondisi sangat bersih dan tidak ada gangguan awan pada segmen penelitian
sehingga mempermudah analisis data. Sebelum dilakukan download gratis kita harus memiliki kode wilayah dari citra Landsat.
Kode wilayah dari citra ini bias di istilahkan sebagai “ path/row” (baris dan kolom). Sebagian wilayah Indonesia mem iliki path/row sebagai berikut dengan
ketentuan umum sebagai berikut: Row
sebagai kolom nilai bertambah menunjukkan koordinat berada di bawahnya
(selatan), sedangkan Path sebagai
baris nilai bertambah menunjukkan ke kanan (barat).
2.
Selanjutnya citra tersebut dipotong sesuai daerah yang akan
dianalisis dan kemudian dilakukan koreks geometrik. Koreksi geometrik tersebut berfungsi untuk
menanggulangi dan memperkecil distorsi pada citra akibat rotasi bumi dan
kesalahan akibat kelengkungan bumi saat terjadi pengambilan data/pemotretan
satelit sehingga dapat diperoleh data yang lebih bermanfaat untuk analisis
citra (Gambar 16).
3.
Pembuatan komposit warna untuk masing-masing tanggal akuisi citra.
Pembuatan komposit warna dimaksudkan untuk mempermudah pengenalan gambaran dari
pada obyek citra satelit. Kanal atau band yang cukup jelas untuk mendeteksi
obyek batas garis pantai antara air dan darat adalah kanal 1, 4, dan 5 sehingga
komposit kanalnya (citra RGB) dapat dilakukan gabungan kanal 451 untuk Landsat
5 dan Landsat 7 sedangkan untuk Landsat 8 dilakukan gabungan kanal 564 karena
gabungan 564 pada Landsat 8 akan menghasilkan komposit warna yang sama dengan
gabungan kanal 451 pada Landsat 7. Kemudian citra yang telah dikomposit
tersebut, disimpan dalam bentuk TIF agar dapat diolah lebih lanjut menggunakan
ArcView 3.3.
4.
Lakukan proses digitasi (on
screen) citra RGB (Red Green Blue).
5.
Kemudian hasil digitasi tersebut ditumpang susunkan (overlay) sehingga dapat terlihat dengan
jelas mana daerah yang garis pantainya mengalami kemunduran ataupun penambahan
daratan untuk mengetahui perubahan-perubahan garis pantai yang terjadi di Kota
Bengkulu.
6.
Analisa dan perhitungan dengan melakukan integrasi hasil digitasi
setiap tahun sehingga dapat diketahui perubahannya baik perubahan akibat
sedimentasi, abrasi maupun karena faktor manusia. Alur pengolahan citra dapat
dilihat pada Gambar 16.
3.4.3. Analisis Jaring Laba-Laba
Dalam
penelitian ini untuk menunjukkan perubahan garis pantai digunakan analisis
jaring laba-laba dengan menggunakan Ms. Excel. Analisis ini digunakan untuk
mempermudah dalam membaca data perubahan garis pantai Kota Bengkulu yang
terdapat pada Lampiran 3 dan disajikan dalam bentuk grafik jaring laba-laba
untuk setiap periode.
Komentar
Posting Komentar